Halaman

kacau dia

Rabu, 14 Julai 2010

skripsi cerai sms

KLASIFIKASI TALAK SERTA PENDAPAT PARA ULAMA MENGENAI HUKUM PERCERAIAN MELALUI SISTEM PESANAN RINGKAS

A. Pengertian Talak
Cerai atau disebut juga sebagai talak mempunyai dua pengertian yaitu, talak terambil dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa artinya“ melepaskan atau meninggalkan” menurut istilah syarak talak yaitu:
حَلُّ رُبْطَةِ الزَّ وَاجِ وَانْهَاءُ العَلَاقَةِ الزَّ وْجِيَّةِ.
Artinya:
Melepas tali pernikahan dan mengakhiri hubungan suami istri.

Talak ialah melepaskan ikatan nikah dari pihak suami dengan mengucapkan lafaz yang tertentu, misalnya suami berkata terhadap istrinya: “engkau telah kutalak”, dengan ucapan ini ikatan nikah menjadi lepas, artinya suami istri jadi bercerai.

Dalam penjelasan Sayyid Sabiq terlihat kata talak terambil dari kata itlaq. Hal ini sebagaimana dapat dipahami dari keterangan berikut yaitu kata dari talak adalah al-ithlaq, artinya melepaskan atau meninggalkan. Dalam syariat Islam, talak artinya melepaskan ikatan pernikahan atau mengakhirinya.

Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim Asy-Syafi’i dalam kitabnya Fathul Qarib berkata lafaz (طَلَاق) menurut arti bahasa ialah “melepaskan tali” sedangkan menurut pengertian syarak ialah nama bagi suatu pelepasan tali pernikahan.

Dari definisi tersebut dapat difahami bahwa talak merupakan suatu istilah yang digunakan dalam menyebutkan peristiwa terjadinya perceraian antara suami istri dengan putusnya ikatan pernikahannya, baik dengan mengunakan lafaz talak itu sendiri ataupun dengan lafaz-lafaz lain yang mengandung makna lepasnya ikatan penikahan.

Talak merupakan sesuatu yang disyari’atkan, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist serta Ijma. Di antara ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan talak ini adalah surat Al-Baqarah ayat 230 sebagai berikut:

                    •           . (سورة البقرة : 230(

Artinya:
Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui.

Talak juga didasarkan atas hadis Nabi SAW. Seperti hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ ( اَبْغَضُ الْحَلَالِ اِلى الله عَزَّ وَجَلَّ الطَّلَاقُ ) رَوَاهُ اَبُو دَاوُدْ وَإِبْنُ مَاجَّه.

Artinya:
Dari Ibnu Umar. Ia berkata: bersabda Rasulullah SAW.: perkara halal yang sangat dibenci oleh Allah ialah talak. (Hadis diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah).

B. Klasifikasi Talak

Klasifikasi talak terbagi kepada empat bagian yaitu:

1. Talak Dilihat Dari Segi Lafaz.

Jika dilihat daripada sudut kejelasan lafaz yang digunakan, ianya terbagi kepada dua, yaitu, talak secara sarih (jelas) dan talak secara kinayah (sindiran).

Talak sarih ialah talak yang difahami dari makna perkataan ketika diucapkan, dan tidak mengandung kemungkinan makna yang lain. Misalnya: “engkau telah tertalak dan dijatuhi talak”. Dan semua kalimat yang berasal dari lafaz talak. Lafaznya ada tiga yaitu: (اَلطَّلَاقُ) (talak/cerai), (اَلسَّرَاحُ) (bebas /lepas), dan (اَلْفِرَاقُ) (pisah). Contohnya seperti suami berkata kepada istrinya “aku ceraikan engkau”, “aku bebaskan engkau”, atau “engkau berpisah daripada aku”.
Apabila suami menjatuhkan talak terhadap istrinya dengan talak sarih, maka jatuhlah talak itu dengan sendirinya.

Dengan redaksi di atas, maka jatuhlah talak, baik bergurau, main-main ataupun tanpa niat. Kesimpulan ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

عَنْ اَبِي هُرَ يرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ ( ثَلَاثَ جِدَّهُنَّ جِدَّ, وَهَزْ لَهُنَّ جِدُّ : النِكَاحُ, وَالطَّلَاقَ, وَالرَّجْعَةُ ) رَوَاهُ اَبُو دَاوُد.

Artinya:
Dari Abu Hurairah, ia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW.: “ ada tiga perkara yang disungguhkan jadi, dan dipermainkan (pun) jadi, (yaitu) nikah, dan talak, dan rujuk”.(Hadis diriwayatkan oleh Abu Dawud).

Adapun talak secara kinayah adalah talak yang bermaksud sindiran. Ucapan yang kinayah yaitu ucapan yang tidak jelas maksudnya. Talak secara kinayah ini memerlukan adanya niat dari suami.

Jumhur ulama berpendapat talak secara kinayah ialah talak yang dinyatakan secara sindiran yang bisa ditafsir dengan dua kemungkinan sama ada memberi maksud cerai atau sebaliknya. Ucapan kinayah misalnya, Pulanglah engkau kepada ibu bapakmu.

Di dalam kitab fikih empat mazhab karangan Muhammad bin Abdur Rahman Ad-Dimasyqi mengatakan Imam Maliki berpendapat segala macam ungkapan kinayah yang jelas bila diucapkan dengan kemauannya sendiri, maka jatuh talak.

Talak dengan kinayah tidak jatuh kecuali dengan niat. Apabila seseorang menjatuhkan talak secara kinayah tanpa maksud mentalak, maka tidak jatuh talaknya, karena kinayah mempunyai arti ganda, makna talak dan selain talak, dan yang membedakannya adalah niat dan tujuannya.
Sebagai dasarnya adalah hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan yang lain dari Aisyah ra. yaitu:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ ابْنَةَ الْجُوْنِ لَمَّا دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ , فَدَنَا مِنْهَ, قَاَلتْ: أَعُوذُ بِا اللهِ مِنْكَ, فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ, (عُذْتِ بِعَظِيمِ, إِلْحَقِى بِأَهْلِكِ) رَوَاهُ اِبْنُ مَا جَّة.

Artinya:
Dari Aisyah, bahawasanya anak perempuan al-Jaun ) tatkala dipersatukan dia kepada Rasulullah SAW. Dan Rasulullah hampir kepadanya, perempuan itu berkata: aku berlindung kepada Allah daripadamu. Maka sabdanya: “sesungguhnya engkau telah berlindung kepada (tuhan) yang Maha Besar. Kembalilah kepada keluargamu“. (Diriwayatkan dari Ibnu Majah).

Hadis di atas menunjukkan bahwa lafaz-lafaz kinayah akan menyebabkan jatuhnya talak apabila adanya niat dari si suami tersebut, dan talak tidak akan jatuh kalau tanpa niat.

2. Talak Dilihat dari Sudut Ta’liq dan Tanjiz.

Redaksi talak adakalanya berbentuk Munjiz (مُنْجِزُ) dan adakalanya berbentuk Mu’allaqah.
Redaksi talak munjiz ialah pernyataan talak yang sejak dikeluarkannya pernyataan tersebut pengucap bermaksud untuk mentalak, sehingga ketika itu juga jatuhlah talak. Misalnya ia berkata kepada istrinya “engkau tertalak”.

Ibnu Taimiyyah mendefinasikan talak Munjiz sebagai menjatuhkan talak semata-mata tanpa terikat dengan sesuatu sifat maupun sumpah. Contohnya suami berkata kepada istrinya “engkau telah dijatuhkan talak”.

Adapun talak mu’allaq, atau talak ta’lik, yaitu suami menjadikan jatuhnya talak bergantung pada syarat. Maksud talak ta’lik ialah suami mengaitkan talak dengan sesuatu sifat atau syarat, sama ada mempunyai hubungan dengan istrinya atau orang lain.

Pergantungan talak (تَعْلِيقُ الطَّلَاقِ), adalah diperbolehkan dengan beberapa syarat: suami tidak bisa menarik kembali ta’lik talaknya sebelum terjadi hal Mu’allaq Alaih (yaitu hal/sifat tempat digantungkan terjadinya talak), dan talak tidak bisa jatuh sebelum syarat-syarat terpenuhi.
Sahnya ta’lik talak itu harus memenuhi beberapa syarat yaitu:

1. Harus disandarkan pada sesuatu yang belum ada tetapi akan ada. Apabila digantungkan atas perkara yang telah ada, maka talaknya jatuh pada saat ta’lik diucapkan misalnya seseorang mengatakan: “kalau matahari terbit engkau bertalak”, padahal matahari sudah terbit, maka jatuh talaknya, meskipun dalam bentuk yang digantungkan.
2. Sewaktu ta’lik talak diucapkan, perempuan yang akan ditalak itu masih dalam ikatan perkawinan dengan suaminya.
3. Suami yang mengantungkan adalah suami sah dan yang akan ditalak adalah istrinya.

Ibnu Taimiyyah mengatakan, ucapan untuk menjatuhkan talak itu ada tiga macam yaitu:

1. Dengan cara langsung atau dengan mengirim utusan. Talak semacam ini jatuh, bukan sumpah dan tidak perlu sanksi menurut kesepakatan ulama.
2. Dengan ucapan ta’lik misalnya: “kalau engkau berbuat demikian, maka engkau saya talak.” Ucapan ini dianggap sumpah menurut ahli bahasa dan sudah disepakati oleh para ulama.
3. Dengan shighat ta’lik, misalnya dengan ucapan: “kalau saya berbuat demikian, maka talak saya jatuh atas istri saya.”

Adapun talak ta’lik, ada beberapa dampak yang timbul daripadanya ialah:

1. Tidak akan berlaku talak selagi perkara yang dikaitkan dengan talak itu masih belum berlaku.
2. Kehidupan suami istri akan berterusan secara sempurna daripada segi hukum hakam dan kewajibannya selagi syarat yang disebut dalam talak ta’lik belum berlaku, walaupun ia pasti berlaku.
3. Talak akan jatuh sebaik sahaja syarat yang disebutkan dalam talak ta’lik berlaku dan Suami tidak perlu melafazkan talak yang baru.

3. Talak dilihat dari segi Argumentasi.

Dilihat dari segi argumentasi, maka ianya ada dua macam, yaitu talak Sunni dan talak Bid’i.
Adapun yang dimaksud talak Sunni ialah seorang suami yang menceraikan istrinya yang sudah pernah dicampurinya sekali talak, pada saat istrinya sedang suci dari haid yang mana pada saat tersebut ia belum mencampurinya.

Di dalam Al-Qur’an Allah SWT. Berfirman dalam surah Ath-Thalaq ayat 1, yaitu:

 •       .)سورة الطلاق:1(

Artinya:
Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).

Nabi SAW. telah menjelaskan maksud ayat di atas sebagai berikut:

حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيِّ عَنْ مَالِكِ, عَنْ نَافِعِ, عَنْ عَبْدِ الله بنِ عُمَرَ أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَاْئِضٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ, فَسْأَلَ عَمَرُ بنُ الْخَطَّابِ رَسُولَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ, عَنْ ذَلِكَ فَقَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ, (مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا, ثُمَّ لِيُمْسِكْهَا حَتَّى تَطْهُرَ, ثُمَّ تَحِيضُ, ثُمَّ تَطْهُرُ, ثُمَّ إِنْ شَاءَ اَمْسَكَ بَعْدَ,ذَلِكَ وَاِنْ شَاءَ طَلَّقَ قَبْلَ أَن يَمَسَّ, فَتِلْكَ الْعِدَّةُ الَّتِي اَمَرَ اللهَ اَنْ تُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاءُ) رواه إبى دود .

Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Akhnabi dari Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar, bahawasanya ia telah ceraikan istrinya di dalam keadaan haid pada masa Rasulullah SAW.. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW. Tentang itu. Maka sabdanya: “perintahlah dia (Umar) supaya ia rujuk kepadanya (istrinya). Kemudian ia tahan dia hingga suci, kemudian ia haid, kemudian ia suci, kemudian jika ia mahu, (bisa) ia tahan dia terus, dan jika tidak, bisa ia ceraikan dia sebelum ia campuri dia, karena yang demikian itulah iddah yang Allah perintah supaya dicerai perempuan padanya”.

Sedangkan talak bid’i, itu, sekiranya suami menjatuhkan talak (kepada istrinya) yang sedang dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci dimana suami telah melakukan persetubuhan dengannya.

Sayyid Sabiq mengatakan di dalam kitabnya Fikih Sunnah bahwa talak bid’i adalah talak yang tidak sesuai dengan ketentuan syariat Islam, seperti seorang suami yang menalak istrinya sebanyak tiga kali talak dengan satu kali ucapan atau menalak tiga kali secara terpisah-pisah dalam satu tempat.

Allah SWT. Berfirman di dalam Al-Quran yaitu di dalam surah Ath-Thalaq ayat 1 yang berbunyi:

...   ...(سورة الطلاق:1)

Artinya:
…Ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)….
Talak bid’i diharamkan karena mungkin membawa kemudharatan kepada wanita itu. Ini karena tempoh iddah wanita akan menjadi lebih panjang karena masa haidnya tidak bisa dikira sebagai permulaan iddah. Adapun suami diharamkan menceraikan istrinya semasa suci selepas ia disetubuhi disebabkan istrinya mungkin mengandung selepas dari persetubuhan tersebut, ini mungkin membawa penyesalan kepada suami itu karena telah menceraikan istrinya ketika mengandung.

4. Talak Ditinjau dari Segi Boleh Tidaknya Rujuk.

Dari segi peluang untuk rukun kembali dalam rumah tangga ada dua macam talak, yaitu talak raj’i dan talak ba’in. Ba’in ada dua macam yaitu ba’in sughro dan ba’in kubro.
Talak ba’in shugro ialah talak ba’in yang menghilangkan kepemilikan bekas suami terhadap istri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas suami untuk nikah kembali dengan bekas istri.

Artinya, bekas suami bisa mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri, baik dalam masa iddahnya maupun sesudah berakhir masa iddahnya.

Sayyid Sabiq dalam kitabnya mengatakan hukum talak ba’in sughro adalah memutuskan ikatan pernikahan secara langsung selepas talak diucapkan. maka istrinya menjadi orang lain bagi suaminya. Dia tidak diperbolehkan menyetubuhinya dan juga tidak dapat saling mewarisi, jika antara dari keduanya meninggal dunia sebelum atau selepas berakhir masa iddah. Dengan talak bain, istri yang ditalak berhak menerima sisa pembayaran atas mahar yang belum diterimanya.

Termasuk di dalam talak ba’in sughro adalah, talak setelah berkumpul, talak dengan pengantian harta atau yang disebut khuluk, dan talak karena aib (cacat badan), karena salah seorang dipenjara, talak karena penganiayaan, atau yang semacamnya.

Manakala talak ba’in kubro ialah suami tidak memiliki hak untuk rujuk kepada wanita yang ditalaknya, ia mencakup beberapa jenis yaitu:

1. Wanita yang ditalak sebelum dicampuri (disetubuhi) .
2. Wanita yang dicerai tiga.
3. Talak khuluk.
4. Wanita yang memasuki masa menopause.

Imamiyyah mengatakan bahwa, wanita menopause yang ditalak tidak mempunyai iddah, maka hukumnya sama dengan hukum wanita yang belum dicampuri.

Talak ba’in kubro ini didasarkan kepada firman Allah SWT. Yaitu:

        ...(سورة البقرة:229)

Artinya:
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu bisa rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik….

Talak yang disyari’atkan oleh Allah itu adalah sekali selepas perceraian dan suami dapat rujuk lagi yang pertama dengan cara yang baik, dan suami bisa juga merujuk setelah talak kali kedua.

Dan di dalam firman Allah pada surah lain yaitu pada surah Al-Baqarah ayat 230 yaitu:

           ...(سورة البقرة:230)

Artinya:
Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain….

Adapun talak raj’i ialah talak yang suami masih memiliki hak untuk kembali kepada istrinya yaitu dengan rujuk sepanjang istri masih dalam masa iddah, baik istri tersebut bersedia dirujuk ataupun tidak. Salah satu syaratnya adalah bahwa istri sudah dicampuri, sebab istri yang dicerai sebelum dicampuri tidak mempunyai masa iddah.

Sayyid Sabiq ada mengatakan bahwa, Talak raj’i tidak melarang mantan suami tidur bersama mantan istrinya, karena belum hilang akan nikahnya. Ia juga tidak menghilangkan kepemilikan suami dan tidak memberi pengaruh terhadap hubungan yang dihalalkan. Walaupun ianya bisa mengakibatkan perpisahan, akan tetapi ia tidak menimbulkan akibat hukum selanjutnya selama istri masih dalam iddah. Jika berakhir masa iddah dan suami tidak ingin rujuk, maka istrinya itu dianggap ditalak dengan talak bain. Jika seorang daripada keduanya meninggal dunia dalam masa iddah, maka yang hidup mendapatkan harta waris. menjatuhkan talak raj’i, ia tetap berkewajiban memberi nafkah kepadanya.

C. Pendapat Para Ulama Mengenai Hukum Perceraian Melalui Sistem Pesanan ringkas.

Dalam hukum Islam, suami dapat menceraikan istrinya dengan cara mengucapkan talak, tetapi kini dengan teknologi yang makin berkembang, talak tersebut nampaknya tidak perlu disampaikan secara lisan.

Secara umumnya kuasa menjatuhkan talak berada di tangan suami. Para fuqaha sepakat mengatakan bahwa perhubungan perkawinan tamat dengan talak sama ada dengan bahasa Arab atau lain-lain, sama ada dengan lafaz atau dengan tulisan ataupun dengan isyarat.

Di sinilah datangnya jawaban kepada kedudukan bercerai menggunakan kaedah tulisan sms. Kaedah bercerai mengunakan tulisan sms ini kalau diperhatikan ianya sama seperti talak mengunakan tulisan atau surat.

Di dalam kitab Al-Muhadhdab karangan Asy-Syirazi mengatakan, Jumhur fuqaha berpandangan talak melalui tulisan dianggap sah jika ketika suami menulisnya ada disertai niat untuk bercerai. Menurut fuqaha Syafi’i, seseorang suami yang menulis lafaz talak tetapi tidak meniatkan untuk menjatuhkannya ke atas istrinya, tulisan tersebut adalah sia-sia. Ini karena kemungkinan beliau berniat untuk menjatuhkan talak atau menguji tulisannya sahaja.
Asy-Syafi’i rahimahullah berkata apabila seseorang laki-laki jauh dari istrinya, maka bila ia menginginkan untuk talak, bolehlah ia menulis surat kepada istrinya.

Di dalam Fikih Mazhab Syafi,i, kitab karangan Muhammad Al-Khatib Asy Syarbini yaitu Mughni Al-Muhtaj ada diterangkan bahwa:

شَخْص فِى كِتَابِ طَلَاقَ زَوْجَتُهُ صَرِيحًا اَوْ كِنَايَةَ كَمَا فِى الرَّوْضَةِ وَاَ صْلِهَا وَنَوَى وَعَلَّقَ الطَلَاقَ بِبُلُوغِ الْكِتَابِ كَقُولِهِ (اِذَا بَلغَكِ كِتَا بِى) أَوْوَصَلَ اِلَيكِ اَو أَتَاكِ (فَأَنتِ طَاِلقٌ فَاِنَّمَا تُطْلَقُ بِبُلُوغِهِ) لَهَا مَكْتُو بًا كُلٌّهٌ مٌرَا عَاةً لِّلشَّرْطِ, فَاِن اِنْمَحَى كُلُّهُ قَبْلَ وُصُولِهِ لَمْ تُطْلَقْ.

Artinya:
Seseorang suami yang menulis lafaz talak kepada istrinya baik secara sarîh maupun kinayah sebagaimana di dalam kitab ar-raudhah dan asalnya dalam keadaan berniat untuk menjatuhkannya tetapi digantung talak tersebut sehingga tulisan itu sampai kepada istrinya, maka tertalaklah istrinya sebaik saja tulisan tersebut sampai ke tangannya dalam keadaan tertulis sepenuhnya, dan jika tulisan tersebut terhapus atau hilang, talak tidak akan jatuh.

Untuk menguatkan lagi pendapat Imam Syafi,i, maka jumhur ulama telah bersepakat bahwa talak dengan tulisan yang jelas yaitu tulisan yang kekal selepas ditulis dan masih bisa dibaca, sebagaimana jatuhnya talak dengan lafaz.

Maksudnya apabila seseorang itu mahu menulis lafaz talak baik secara sarih maupun kinayah maka haruslah ia menulis dengan tulisan yang jelas, bisa dibaca dan dipahami oleh istrinya itu.

Di sini dapatlah dipahami bahwa talak melalui tulisan haruslah jelas dan bisa dibaca oleh si penerima tersebut, maka jatuhlah talaknya kalau tulisan itu jelas dan bisa dibaca. Talak tidak akan jatuh walaupun penulis tersebut meniatkan untuk talak karena tulisan tersebut tidak jelas dan tidak bisa dipahami oleh si penerima tersebut.

Adapun talak tulisan, selain adanya tulisan yang jelas dan dapat dipahami oleh si istri, maka ia tidak akan menjatuhkan talak, karena talak melalui tulisan ini tidak cukup dengan tulisan yang jelas dan dapat dipahami saja, ia memerlukan adanya niat dari si pemberi yaitu suami, dengan adanya niat, tulisan yang jelas dan dapat dipahami, maka talaknya dapat jatuh.

Sepertimana juga di dalam kitab karangan Abdurrahman Asy-syobuni yaitu kitab Madda Hariyyatu Al-Zaujaini Fi Talaq Fi Syariatul Islamiah mengatakan:

وَلَا يَقَعُ الطَّلَاقُ لَدَى الشَّافِعِيَّةِ بِالْكِتَابَةِ اِلَّا اِذَا اِقْتَرَنَ ذَلِكَ بِالنِّيَّةِ.

Artinya:
Tidak terjadi jatuhnya talak dengan tulisan disisi Imam Syafi,i kecuali dia mengiringi tulisan itu dengan niat.

Di dalam kitab I’anah Al-Talibin karangan As-Sayyid Al-Bakri yaitu:

فَرْعٌ: لَوْ كَتَبَ صَرِيحَ طَلاَقٍ أَوْ كِنَايَتَهُ وَلَمْ يَنْوِ إِيقَاعَ الطَّلَاقِ فَلَغْوٌ مَا لَمْ يَتَلَفَّظْ حَالَ الكِتَابَةِ أَوْ بَعْدَهَا بِصَرِيحٍ ماَ كَتَبَهُ

Artinya:
Sekiranya suami menulis perkataan cerai yang jelas (sarih) atau yang sindiran(kinayah)kepada istrinya atau wali istrinya sedangkan suami tidak niat menjatuhkan talak dengan apa yang telah ditulisnya maka tulisan itu adalah sia-sia(tidak jatuh talak). Tidak jatuh selagi mana suami tidak membaca atau melafazkan ketika menulis atau selepas ditulis dengan apa yang telah ditulis mengenai lafaz cerai sarih tetapi tidak jatuh talak sekiranya ia membaca apa yang ditulisnya mengenai cerai secara kinayah kecuali jika diniatkan menjatuhkan talak.

Di sini dapat dipahami bahwa menurut Imam Syafi,i apabila seseorang itu hendak mengunakan tulisan sebagai cara untuk menjatuhkan talak, maka bersama tulisan tersebut harus disertakan dengan niat untuk mentalak istrinya itu. Talak tidak akan sah selagi seseorang itu menulis talak itu tanpa disertai dengan niat. Walaupun adanya tulisan yang jelas dan dapat dipahami, ia tidak akan menjatuhkan talak selagi si suami tersebut tidak meniatkan untuk menjatuhkannya.

Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa yang menjadi ukuran pada talak dengan melalui tulisan ialah niat.

Adapun jatuhnya talak tersebut dengan syarat perlu kepada niat dan tulisannya jelas dan tertentu. Jelas artinya dapat dibaca, misalnya dalam lembaran kertas. Tertentu artinya ditujukan kepada istrinya. Misalnya ditulis: “Hai fulanah, sekarang engkau saya ceraikan”. Apabila surat itu tidak menunjukkan alamat yang jelas, misalnya hanya tertulis: “engkau saya cerai”, maka belum jatuh talaknya, kecuali dengan niat.

Wahbah Zuhaili mengatakan terdapat dua jenis tulisan yang nyata yaitu, dituliskan sebagaimana surat biasa yang mengandungi nama pengirim dan penerimanya dengan nama istri dan surat itu ditujukan kepada istrinya, misalnya suami menulis kepada istrinya, “kepada istriku polanah, kamu adalah tertalak,” dan hukumnya, seperti talak secara terang sekiranya lafaz itu jelas, maka jatuh talak walaupun tanpa disertai dengan niat.

Mazhab-mazhab lain yang empat memperbolehkan talak dengan mengunakan redaksi apa pun, asal terkandung makna talak, dalam bentuk tulisan atau pun lisan, secara tegas atau berupa kiasan, kendati demikian menurut para ahli hukum Imamiyyah mengatakan talak tidak jatuh bila disampaikan dengan surat atau isyarat, kecuali bila talak tersebut dilakukan oleh orang bisu yang tidak dapat berbicara.

Permasalahan talak melalui surat atau tulisan sudah banyak dibahaskan oleh para ulama mazhab, begitu juga permasalahan ini bila kita kaji akan menemukan ada kesamaan dengan permasalahan talak melalui sms ini. Hal ini mengingatkan kita bahwa teknologi moden ini adalah suatu kemajuan yang belum dikenal pada masa hidup mereka. talak melalui sms memerlukan niat dan tulisan yang jelas dan ditujukan kepada istrinya sepertimana talak melalui surat atau tulisan.

Untuk menjawab kekeliruan berhubung hal ini, Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan bagi Hal Ehwal Agama Islam Kali Ke-55 yang bersidang pada 27 Julai 2003 membuat penelitian mendalam dan memberi pandangan mengenai hukum perceraian itu, dan telah menetapkan yaitu:

a) Talak dalam bentuk tulisan yang jelas daripada suami yang ditujukan kepada istrinya secara khusus seperti melalui faksimili, sms, e-mail dan sebagainya merupakan talak secara kinayah dan ianya adalah sah sekiranya disertai dengan niat.
b) Semua penceraian hendaklah dikemukakan kepada mahkamah syariah untuk mensabitkan talak tersebut.
c) Talak yang dilakukan dengan menggunakan alat komunikasi moden adalah kaedah penceraian yang tidak menepati adab penceraian yang digariskan oleh syarak

Adapun Syeikh Ali Jum’ah yaitu Mufti Mesir ada orang yang bertanya mengenai hukum talak mengunakan sms dan apakah talak dapat jatuh, lalu beliau mengeluarkan fatwanya yang berbunyi, talak jatuh pada setiap sesuatu yang menunjukkan akad pernikahan. Jikalau talak itu mengunakan tulisan tanpa ada niat, maka talak tersebut tidak jatuh. Ini karena tulisan dipertanggungkan jatuh talak atau tidak. Maka talak tidak jatuh secara langsung bila hanya semata-mata menulisnya sahaja tanpa harus dilafazkan.

Di dalam masalah ini, ulama mengunakan metode qias, qias adalah dasar hukum yang ketiga selepas dari Al-Qur’an dan Al-Hadis. Qias dipergunakan untuk menetapkan hukum suatu masalah, jika tidak terdapat ketetapan dalam Al-Qur’an dan Al-hadis.

Untuk melakukan qias terdapat dua pokok yang diperlukan yaitu;

a. Maqis Alaih (tempat mengqiaskan)
b. Maqis (yang diqiaskan)

Suatu masalah dapat diqiaskan apabila memenuhi empat rukun yaitu:

a. Asal, yaitu dasar di mana suatu masalah itu dapat disamakan.
b. Furu’, suatu masalah yang akan diqiaskan disamakan dengan asal tadi.
c. Ilat’, suatu sebab yang menjadikan adanya hukum sesuatu dengan persamaan sebab inilah baru dapat diqiaskan masalah kedua kepada masalah pertama karena adanya sesuatu sebab yang dapat dikompromikan antara asal dengan furu’.
d. Hukum, yaitu ketentuan yang ditetapkan pada furu’ bila sudah ada ketetapan hukumnya pada asal.

Dengan adanya rukun qias, maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa hukum perceraian sms adalah sah karena terdapat pada asalnya yaitu hukum talak melalui tulisan. Manakala furu’nya yaitu hukum perceraian sms adalah sama dengan hukum talak melalui tulisan. Di dalam hukum perceraian sms terdapat ilatnya dengan hukum talak melalui tulisan yaitu menjatuhkan talak, dan pada hukumnya ia adalah sama karena ianya adalah sah.

Di sini penulis akan mengeluarkan contoh qias yaitu:

Asal Furu’(Cabang) Ilat Hukum

Khamar - Wisky - Memabukkan - Haram

Talak Tulisan - Talak Sms - Menjatuhkan - Sah


Dapat dipahami di sini bahwa talak melalui sms adalah sah karena ianya diqiaskan dengan talak tulisan. Dalilnya adalah talak melalui tulisan dan syarat-syarat dalam menjatuhkan talak melalui tulisan tidak dirubah dan mengunakan hukum asalnyan barulah ianya dianggap sah.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan